Sabtu, 06 Juni 2009
Kesan-kesan di kelas 1 SMP (dan di kelas 7E)
For my grandma(I love you)...
Seorang Nenek Tua…
Oleh: Narendra Hutomo
Jakarta, 8 April 2009
“Puisi ini ditujukan untuk nenek tercinta, yang selalu ada untuk saya dalam keadaan senang maupun duka. Terimakasih eyang, ibu. Kami sangat mencintaikau…” (Ny. Siti Meimoen Abdul Rachman, 1942 - )
Matanya merupakan saksi sejarah negara,
Dengan ikut sertanya dalam medan perang,
Melihat pertumpahan darah pahlawan-pahlawan kita…
Badannya dulu bagai sebuah mesin yang terus berjalan tanpa henti,
Berlari mencari perlindungan dari serangan udara para penjajah...
Pikirannya dengan otak yang terus mengalir berjalan seperti komputer super,
Ketika ia duduk di kursi direktur,
Untuk menghitung tumpukan amplop uang di mejanya...
Tangannya pun kuat sekuat seorang pegulat dengan otot-otot yang menonjol,
Saat ia mengayunkan stik golfnya dengan ringan bagai menerbangkan pesawat kertas,
Untuk mencetak sebuah hole-in-one dan meraih sebuah piala berisi uang…
Daya tubuhnya yang kuat bagai manusia baja yang ditembaki peluru,
Terbukti dengan lahap ia meneguk satu gelas sake saat sedang berpesta…
Betapa bahagia kehidupan yang berawal dari kesusahan ini,
Sayangnya ia tidak menyadari apa yang akan terjadi kedepannya…
Sebenarnya,
Posisi yang dimana ia sedang berdiri dengan cueknya di tingkat atas roda kehidupan,
Adalah kehidupan yang selalu di impikan dan di inginkan seseorang…
Televisi pertama ada,
Ia lah yang pertama kali mendapatkannya.
Setiap bulan berpergian ke Eropa dengan keluarganya,
Siapa sih yang tidak mau?
Tetapi,
Roda kehidupan itu terus berputar…
Kadang orang diatas,
Kadang orang pun berada di bawah…
Semua mendapatkan jatahnya masing-masing,
Dan juga setiap orang memiliki takdirnya masing-masing…
Hukum “Karma” pun diperlakukan dalam kehidupan...
Kebaikan dibalas kebaikan,
Keburukan dibalas keburukan...
Tetapi semua itu ada yang mengatur…
Ia lah “Yang di Atas”...
Tidak ada yang bisa mengalahkan keagungan-Nya...
Lupa dirinya dengan menghamburkan hartanya,
Untuk godaan setan dan hawa nafsu,
Sang nyonya besar lupa akan satu hal: Ia lupa akan Tuhan.
Tuhan lah yang memberikannya kenikmatan duniawi ini…
Tidak ada sedikit pujian pun yang ia ucapkan terhadap Tuhan…
Loyalitas yang ia inginkan telah melampaui batas,
Semua orang pun tunduk padanya…
Yang membuat dia semakin keluar dari jalur…
Seperti yang telah dikatakan,
Hukum “Karma” pun akhirnya terlaksanakan…
Lupanya akan Tuhan,
Membuat-Nya sangat marah…
Semua yang dimilikinya diputar balik oleh yang Maha Esa…
Harta benda yang dimilikinya hilang dalam sekejap dengan daya tipu orang-orang sesat,
Puluhan tanah yang dimilikinya pun menjada tanah sengketa dengan orang-orang jahat yang Menginginkan kehidupannya…
Apakah ini baru seberapa ujiannya?
Untungnya,
Tuhan pun memberi belas kasih kepadanya akibat umurnya yang mulai senja...
Ujiannya yang terakhir:
Mampukah ia menjalankan kehidupannya dengan keadaan setengah lumpuh?
Stroke pun dialami olehnya saat ia sedang bersenang-senang dengan cucuk-cucuknya...
Sekarang,
Ia sudah berjalan dengan lumpuh dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi,
Melainkan menyuruh-nyuruh orang untuk membantunya...
Kadang,
Ia pun menangis tak karuan memikirkan sesuatu yang tidak jelas…
Apakah dia sedang melakukan refleksi akan kesalahan-kesalahannya?
Atau apakah dia masih berharap lebih?
Sungguh menyedihkan apa yang ia alami…
Dulunya sebuah mawar yang berbunga,
Sekarang hanya seorang nenek tua yang terbaring di kursi roda tak berdaya…
Tak lama kemudian,
Ujiannya yang ia alami pun selesai…
Jiwanya pun merasa lega dan tenang…
Sayangnya...
Tuhan pun ingin menghadapnya...
Seperti kepala sekolah yang ingin bertemu dengan muridnya,
yang telah membanggakan nama sekolahnya…
Saat ia sedang berkunjung ke tempat pemakaman suaminya,
Ia pun terjatuh dari tungkatnya yang ia pegang…
Napasnya pun semakin memendek seperti orang yang sedang dicekik...
Anak-anak dan cucunya panik dengan histeris...
Dia pun terbaring persis di atas makam suaminya dengan tangan yang terbuka lebar,
Mengingat masa-masa pacaran ketika mereka saling berpelukan penuh cinta…
Betapa sedihnya melihat kejadian ini,
membuat kita teringat dengan orang-orang yang kita cintai…
Tetapi,
setiap orang mempunyai titik terakhirnya...
Perjalanan panjang telah ia tempuh…
Senang dan duka ia alami dalam perjuangan kehidupannya ini…
Maka dari itu,
Sayangilah semua orang yang dekat dengan kita,
Dan peganglah mereka erat-erat bagai mengikat sebuah tali…
Jangan biarkan mereka pergi dari pandanganmu dan ikatan cintamu…
Penulis,
Narendra Hutomo
Oleh: Narendra Hutomo
Jakarta, 8 April 2009
“Puisi ini ditujukan untuk nenek tercinta, yang selalu ada untuk saya dalam keadaan senang maupun duka. Terimakasih eyang, ibu. Kami sangat mencintaikau…” (Ny. Siti Meimoen Abdul Rachman, 1942 - )
Matanya merupakan saksi sejarah negara,
Dengan ikut sertanya dalam medan perang,
Melihat pertumpahan darah pahlawan-pahlawan kita…
Badannya dulu bagai sebuah mesin yang terus berjalan tanpa henti,
Berlari mencari perlindungan dari serangan udara para penjajah...
Pikirannya dengan otak yang terus mengalir berjalan seperti komputer super,
Ketika ia duduk di kursi direktur,
Untuk menghitung tumpukan amplop uang di mejanya...
Tangannya pun kuat sekuat seorang pegulat dengan otot-otot yang menonjol,
Saat ia mengayunkan stik golfnya dengan ringan bagai menerbangkan pesawat kertas,
Untuk mencetak sebuah hole-in-one dan meraih sebuah piala berisi uang…
Daya tubuhnya yang kuat bagai manusia baja yang ditembaki peluru,
Terbukti dengan lahap ia meneguk satu gelas sake saat sedang berpesta…
Betapa bahagia kehidupan yang berawal dari kesusahan ini,
Sayangnya ia tidak menyadari apa yang akan terjadi kedepannya…
Sebenarnya,
Posisi yang dimana ia sedang berdiri dengan cueknya di tingkat atas roda kehidupan,
Adalah kehidupan yang selalu di impikan dan di inginkan seseorang…
Televisi pertama ada,
Ia lah yang pertama kali mendapatkannya.
Setiap bulan berpergian ke Eropa dengan keluarganya,
Siapa sih yang tidak mau?
Tetapi,
Roda kehidupan itu terus berputar…
Kadang orang diatas,
Kadang orang pun berada di bawah…
Semua mendapatkan jatahnya masing-masing,
Dan juga setiap orang memiliki takdirnya masing-masing…
Hukum “Karma” pun diperlakukan dalam kehidupan...
Kebaikan dibalas kebaikan,
Keburukan dibalas keburukan...
Tetapi semua itu ada yang mengatur…
Ia lah “Yang di Atas”...
Tidak ada yang bisa mengalahkan keagungan-Nya...
Lupa dirinya dengan menghamburkan hartanya,
Untuk godaan setan dan hawa nafsu,
Sang nyonya besar lupa akan satu hal: Ia lupa akan Tuhan.
Tuhan lah yang memberikannya kenikmatan duniawi ini…
Tidak ada sedikit pujian pun yang ia ucapkan terhadap Tuhan…
Loyalitas yang ia inginkan telah melampaui batas,
Semua orang pun tunduk padanya…
Yang membuat dia semakin keluar dari jalur…
Seperti yang telah dikatakan,
Hukum “Karma” pun akhirnya terlaksanakan…
Lupanya akan Tuhan,
Membuat-Nya sangat marah…
Semua yang dimilikinya diputar balik oleh yang Maha Esa…
Harta benda yang dimilikinya hilang dalam sekejap dengan daya tipu orang-orang sesat,
Puluhan tanah yang dimilikinya pun menjada tanah sengketa dengan orang-orang jahat yang Menginginkan kehidupannya…
Apakah ini baru seberapa ujiannya?
Untungnya,
Tuhan pun memberi belas kasih kepadanya akibat umurnya yang mulai senja...
Ujiannya yang terakhir:
Mampukah ia menjalankan kehidupannya dengan keadaan setengah lumpuh?
Stroke pun dialami olehnya saat ia sedang bersenang-senang dengan cucuk-cucuknya...
Sekarang,
Ia sudah berjalan dengan lumpuh dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi,
Melainkan menyuruh-nyuruh orang untuk membantunya...
Kadang,
Ia pun menangis tak karuan memikirkan sesuatu yang tidak jelas…
Apakah dia sedang melakukan refleksi akan kesalahan-kesalahannya?
Atau apakah dia masih berharap lebih?
Sungguh menyedihkan apa yang ia alami…
Dulunya sebuah mawar yang berbunga,
Sekarang hanya seorang nenek tua yang terbaring di kursi roda tak berdaya…
Tak lama kemudian,
Ujiannya yang ia alami pun selesai…
Jiwanya pun merasa lega dan tenang…
Sayangnya...
Tuhan pun ingin menghadapnya...
Seperti kepala sekolah yang ingin bertemu dengan muridnya,
yang telah membanggakan nama sekolahnya…
Saat ia sedang berkunjung ke tempat pemakaman suaminya,
Ia pun terjatuh dari tungkatnya yang ia pegang…
Napasnya pun semakin memendek seperti orang yang sedang dicekik...
Anak-anak dan cucunya panik dengan histeris...
Dia pun terbaring persis di atas makam suaminya dengan tangan yang terbuka lebar,
Mengingat masa-masa pacaran ketika mereka saling berpelukan penuh cinta…
Betapa sedihnya melihat kejadian ini,
membuat kita teringat dengan orang-orang yang kita cintai…
Tetapi,
setiap orang mempunyai titik terakhirnya...
Perjalanan panjang telah ia tempuh…
Senang dan duka ia alami dalam perjuangan kehidupannya ini…
Maka dari itu,
Sayangilah semua orang yang dekat dengan kita,
Dan peganglah mereka erat-erat bagai mengikat sebuah tali…
Jangan biarkan mereka pergi dari pandanganmu dan ikatan cintamu…
Penulis,
Narendra Hutomo
Puisi dari hati untuk alam semestaku...
Bermain sebagai tuhan…
Oleh: Narendra Hutomo
Jakarta, 1 April 2009
Tuhan menciptakan alam,
hanya dalam sekejap,
tak sampai semalam,
tetapi apa maksud dari keagungan-Nya itu?
Tuhan mengakhiri kehidupan di alam,
hanya seperti meremas selembar kertas,
semua yang diciptakan-Nya pun musnah binasa,
namun,
apa hikmah dari bak karya seni-Nya itu?
Tumbuhan pertama yang menjatuhkan adam dan hawa ke bumi tercipta,
makhluk hidup pertama pun ikut tercipta,
tetapi makhluk purba pun mencapai titik akhirnya,
manusia akhirnya menginjak bumi…
Kaum adam dan hawa menyatu dengan mudah,
dengan godaan nafsu dan nasihat-nasihat dari hati nurani kita...
Kaum lelaki pun punah,
kaum wanita akhirnya menguasai muka bumi...
Apakah ini sebuah ilusi dari alam yang telah menghipnotis kita?
Atau apakah ini sifat ironis dari alam semesta?
Masih banyak udang yang bersembunyi dibalik batu,
yaitu bibit dari tumbuhnya alam semesta...
Lingkungan itu sebenarnya surga dunia,
hanya saja surga itu menyatu dengan neraka yang dipenuhi oleh orang-orang berpandangan sesat...
Kadang nikmat membubuhi kita dengan kebahagiaan,
Tetapi tatkala musibah juga ikut menimpa dengan kesedihan…
Tetapi,
surga dan neraka itu sudah tak nampak...
Lingkungan telah berada di sebuah posisi dimana dia lebih rendah dari tanah,
dan juga lebih rendah dari kabut-kabut pada awan yang tinggi dimana garuda berterbangan...
Ia sudah tidak kuat lagi menanggung rasa malunya,
satu hal yang ia pikirkan: Lebih baik mati dari pada hidup terhina, ternodai, dan tercela...
Pikirannya pun sudah kacau,
sama seperti inti bumi yang panasnya sudah tidak teratur pula menyebabkan burung-burung yang berterbangan jatuh tak bernyawa dengan anehnya...
Mengapa ini semua terjadi?
Sekarang,
Manusia pun bertindak sebagai Tuhan yang dianggap semata-mata keagungannya...
Mereka pun bagai kumpulan dewan Tuhan yang berdebat mengenai perencanaan penciptaan alam semesta...
Dan apa sebenarnya hasil dari pertikaian yang tidak masuk akal ini?
Terciptalah bumi yang berbeda,
Saturnus yang berbeda jua dengan cicinnya yang terbuat oleh bintang-bintang melainkan kumpulan asteroid...
Bumi pun tercipta tanpa oksigen menyebabkan kepala manusia yang pecah tak karuan bagai telur yang pecah terkaplah ketika terjatuh dari panci...
Tidak adanya air pun menyiksa keberadaan makhluk hidup,
Menyebabkan mereka kering…
Bahkan yang mereka harapkan adalah kelembapan udara yang padahal panasnya,
aduhai…
Manusia pun menuntut Tuhan-tuhan yang tidak becus ini bagai reformasi seluruh alam semesta…
Lingkungan sudah sekarat,
memuntahkan begitu banyak darah…
Dokter pun dipanggil untuk menyelamatkannya,
Tapi berapa persenkah harapan yang dapat diperhitungkan akan keselamatannya?
Mungkin ada sebuah harapan,
tetapi harapan tersebut bagai semut yang menggali sumur…
Tidak ada seorang pun yang melihatnya,
tetapi pasti akan ada yang mengetahuinya…
Sewaktu-waktu,
Suatu saat,
Suatu tempat,
Suatu sejarah…
Moral dari ocehan ini yang membuat mulut seseorang berbusa dan memar bagai tersengat lebah: Jangan bermain sebagai tuhan…
Penulis,
Narendra Hutomo
Oleh: Narendra Hutomo
Jakarta, 1 April 2009
Tuhan menciptakan alam,
hanya dalam sekejap,
tak sampai semalam,
tetapi apa maksud dari keagungan-Nya itu?
Tuhan mengakhiri kehidupan di alam,
hanya seperti meremas selembar kertas,
semua yang diciptakan-Nya pun musnah binasa,
namun,
apa hikmah dari bak karya seni-Nya itu?
Tumbuhan pertama yang menjatuhkan adam dan hawa ke bumi tercipta,
makhluk hidup pertama pun ikut tercipta,
tetapi makhluk purba pun mencapai titik akhirnya,
manusia akhirnya menginjak bumi…
Kaum adam dan hawa menyatu dengan mudah,
dengan godaan nafsu dan nasihat-nasihat dari hati nurani kita...
Kaum lelaki pun punah,
kaum wanita akhirnya menguasai muka bumi...
Apakah ini sebuah ilusi dari alam yang telah menghipnotis kita?
Atau apakah ini sifat ironis dari alam semesta?
Masih banyak udang yang bersembunyi dibalik batu,
yaitu bibit dari tumbuhnya alam semesta...
Lingkungan itu sebenarnya surga dunia,
hanya saja surga itu menyatu dengan neraka yang dipenuhi oleh orang-orang berpandangan sesat...
Kadang nikmat membubuhi kita dengan kebahagiaan,
Tetapi tatkala musibah juga ikut menimpa dengan kesedihan…
Tetapi,
surga dan neraka itu sudah tak nampak...
Lingkungan telah berada di sebuah posisi dimana dia lebih rendah dari tanah,
dan juga lebih rendah dari kabut-kabut pada awan yang tinggi dimana garuda berterbangan...
Ia sudah tidak kuat lagi menanggung rasa malunya,
satu hal yang ia pikirkan: Lebih baik mati dari pada hidup terhina, ternodai, dan tercela...
Pikirannya pun sudah kacau,
sama seperti inti bumi yang panasnya sudah tidak teratur pula menyebabkan burung-burung yang berterbangan jatuh tak bernyawa dengan anehnya...
Mengapa ini semua terjadi?
Sekarang,
Manusia pun bertindak sebagai Tuhan yang dianggap semata-mata keagungannya...
Mereka pun bagai kumpulan dewan Tuhan yang berdebat mengenai perencanaan penciptaan alam semesta...
Dan apa sebenarnya hasil dari pertikaian yang tidak masuk akal ini?
Terciptalah bumi yang berbeda,
Saturnus yang berbeda jua dengan cicinnya yang terbuat oleh bintang-bintang melainkan kumpulan asteroid...
Bumi pun tercipta tanpa oksigen menyebabkan kepala manusia yang pecah tak karuan bagai telur yang pecah terkaplah ketika terjatuh dari panci...
Tidak adanya air pun menyiksa keberadaan makhluk hidup,
Menyebabkan mereka kering…
Bahkan yang mereka harapkan adalah kelembapan udara yang padahal panasnya,
aduhai…
Manusia pun menuntut Tuhan-tuhan yang tidak becus ini bagai reformasi seluruh alam semesta…
Lingkungan sudah sekarat,
memuntahkan begitu banyak darah…
Dokter pun dipanggil untuk menyelamatkannya,
Tapi berapa persenkah harapan yang dapat diperhitungkan akan keselamatannya?
Mungkin ada sebuah harapan,
tetapi harapan tersebut bagai semut yang menggali sumur…
Tidak ada seorang pun yang melihatnya,
tetapi pasti akan ada yang mengetahuinya…
Sewaktu-waktu,
Suatu saat,
Suatu tempat,
Suatu sejarah…
Moral dari ocehan ini yang membuat mulut seseorang berbusa dan memar bagai tersengat lebah: Jangan bermain sebagai tuhan…
Penulis,
Narendra Hutomo
Buku harian seorang tentara...
Buku Harian Seorang Tentara…
Oleh: Narendra Hutomo
Tak seperti yang aku banyangkan,
Hari ini bukan seperti hari-hari biasa…
Pada pagi hari kita terbangun dalam keadaan basah terguyur hujan,
Terdengar pula suara-suara yang tidak biasa kita dengar...
Betapa bedanya susana hari ini dengan hari-hari sebelumnya...
Jalan raya yang kita tempuh sehari-hari berupa ladang ranjau yang meregut nyawa kita satu demi satu,
Udara pada pagi hari yang sejuk nan segar berupa tempat di mana benda-benda terbang bertempur dan berjatuhan berkobarkan api dan asap hitam tebal bagai burung yang mati tertembak sang pemburu...
Air mancur pada taman tergantikan dengan tumpah darah orang-orang tak bersalah yang terpaksa ikut perang sebagai sukarelawan, maupun sebagai korban pembantaian masal bahkan penyiksaan ...
Neraka dan dunia telah menyatu begitu mudah tanpa ada campur tangan tuhan atau pun para dewa-dewa...
Ooh, betapa kejamnya dunia ini!
Berlin sampai dengan Stalingrad, tahun seribu sembilan belas empat lima,
Indonesia merdeka, kita masih terus bertempur sampai titik darah penghabisan...
Vietnam sampai Korea, tahun seribu sembilan belas enam tujuh,
Uni Soviet tercipta merdeka, kita masih terus memerangi komunisme…
Apakah arti kehidupan memaksa kita untuk selalu membunuh?
Kita pun yang setiap harinya terlatih memegang senjata, bahkan dengan tangan kosong untuk membunuh tidak tahu apa jawaban yang tersembunyi dibalik batu tersebut…
Dari perang dunia sampai pemberontakan besar-besaran…
Beda dunia,
Beda negara,
Beda waktu,
Beda tokoh,
Beda divisi,
Semua mempunyai kisahnya masing-masing...
Sejauh ini, sebenarnya ini baru saja permulaan dari perjalanan menuju surga...
Malaikat-malaikat maut masih menunggu dibalik tiang-tiang jalanan ke rumah Tuhan tersebut...
Pagi hari bukan lah sekedar bangun untuk membaca koran dan meneguk segelas kopi...
Pagi hari adalah yang terparah dari yang terparah...
Kadang kita bangun dengan tatapan muka teman kita yang berceceran dengan darah...
Tahukah apa yang sedang terjadi?
Kita terbangun dalam sebuah baku tembak yang tidak ada habisnya sampai maut menjumput kita...
Muka teman kita yang baru saja kita tatap dan baru saja kita kenal, tertembak tepat dikepala oleh penembak jitu dengan begitu gampangnya bagai mematahkan sebuah lidi...
Kita pun bergegas mengambil tingkah untuk mempertahankan diri kita dan mencoba untuk selamat,
dan yang paling penting: Terbangun dari mimpi buruk ini dengan selamat.
Ratusan peluru pun termuntahkan dari senapan kita,
Berbunyi bagai bel yang tergantung pada leher sapi...
Hal tersebut akan terdengar merdu jika itu sudah merupakan kebiasaan sehari-hari...
Tanpa kita sadari, kita telah membantai rasa marah dan ketakutan kita akan kematian dengan mata tertutup bagai orang buta yang berlari menyebrangi jalanan...
Ratusan mayat telah jatuh dengan butiran peluru yang menempel pada mereka,
dan itu hanya hal biasa; Merekalah yang beruntung.
Mereka yang tidak beruntung?
Nyawa mereka tercabut dengan kaki dan tangannya yang lepas dari tubuhnya, bahkan kepala yang terpental jauh dari badan akibat ledakan bom bagai tembakan meriam...
Setelah perjalanan yang melelahkan, sampailah kita pada hadapan Tuhan...
Burung-burung raksasa yang terbuat dari besi dengan baling-baling telah datang menjemput kita,
Dan juga teman-teman kita yang terluka bahkan yang sudah tidak bernyawa…
Kita pun berakata, “Tuhan memberkati kami…”.
Betapa beruntungnya kita telah terbangun dari mimpi buruk ini yang telah menyiksa diri kita tanpa belas kaih...
Tak lama kemudian, terdengar sorakan-sorakan gembira…
"Sang pahlawan telah datang!"
Bagi yang tidak selamat, canda tawa bukan lah sebuah pilihan…
Bertemu dengan keluarga merupakan hal terhangat bagai memeluk boneka beruang…
Sayangnya, kita pun melihat mereka yang putus asa karena, anak, adek, kakak, mereka tidak kembali dari neraka dunia yang mereka lewati untuk mencapai sebuah perdamaian…
Tanpa basa-basi, kesimpulan dari semua ini: Tidak ada yang ingin menjadi pahlawan…
Inilah buku harian seorang tentara...
Beda tempat, beda waktu, beda tokoh, beda divisi, pada akhirnya…
Cerita yang sama...
Penulis,
Narendra Hutomo
Oleh: Narendra Hutomo
Tak seperti yang aku banyangkan,
Hari ini bukan seperti hari-hari biasa…
Pada pagi hari kita terbangun dalam keadaan basah terguyur hujan,
Terdengar pula suara-suara yang tidak biasa kita dengar...
Betapa bedanya susana hari ini dengan hari-hari sebelumnya...
Jalan raya yang kita tempuh sehari-hari berupa ladang ranjau yang meregut nyawa kita satu demi satu,
Udara pada pagi hari yang sejuk nan segar berupa tempat di mana benda-benda terbang bertempur dan berjatuhan berkobarkan api dan asap hitam tebal bagai burung yang mati tertembak sang pemburu...
Air mancur pada taman tergantikan dengan tumpah darah orang-orang tak bersalah yang terpaksa ikut perang sebagai sukarelawan, maupun sebagai korban pembantaian masal bahkan penyiksaan ...
Neraka dan dunia telah menyatu begitu mudah tanpa ada campur tangan tuhan atau pun para dewa-dewa...
Ooh, betapa kejamnya dunia ini!
Berlin sampai dengan Stalingrad, tahun seribu sembilan belas empat lima,
Indonesia merdeka, kita masih terus bertempur sampai titik darah penghabisan...
Vietnam sampai Korea, tahun seribu sembilan belas enam tujuh,
Uni Soviet tercipta merdeka, kita masih terus memerangi komunisme…
Apakah arti kehidupan memaksa kita untuk selalu membunuh?
Kita pun yang setiap harinya terlatih memegang senjata, bahkan dengan tangan kosong untuk membunuh tidak tahu apa jawaban yang tersembunyi dibalik batu tersebut…
Dari perang dunia sampai pemberontakan besar-besaran…
Beda dunia,
Beda negara,
Beda waktu,
Beda tokoh,
Beda divisi,
Semua mempunyai kisahnya masing-masing...
Sejauh ini, sebenarnya ini baru saja permulaan dari perjalanan menuju surga...
Malaikat-malaikat maut masih menunggu dibalik tiang-tiang jalanan ke rumah Tuhan tersebut...
Pagi hari bukan lah sekedar bangun untuk membaca koran dan meneguk segelas kopi...
Pagi hari adalah yang terparah dari yang terparah...
Kadang kita bangun dengan tatapan muka teman kita yang berceceran dengan darah...
Tahukah apa yang sedang terjadi?
Kita terbangun dalam sebuah baku tembak yang tidak ada habisnya sampai maut menjumput kita...
Muka teman kita yang baru saja kita tatap dan baru saja kita kenal, tertembak tepat dikepala oleh penembak jitu dengan begitu gampangnya bagai mematahkan sebuah lidi...
Kita pun bergegas mengambil tingkah untuk mempertahankan diri kita dan mencoba untuk selamat,
dan yang paling penting: Terbangun dari mimpi buruk ini dengan selamat.
Ratusan peluru pun termuntahkan dari senapan kita,
Berbunyi bagai bel yang tergantung pada leher sapi...
Hal tersebut akan terdengar merdu jika itu sudah merupakan kebiasaan sehari-hari...
Tanpa kita sadari, kita telah membantai rasa marah dan ketakutan kita akan kematian dengan mata tertutup bagai orang buta yang berlari menyebrangi jalanan...
Ratusan mayat telah jatuh dengan butiran peluru yang menempel pada mereka,
dan itu hanya hal biasa; Merekalah yang beruntung.
Mereka yang tidak beruntung?
Nyawa mereka tercabut dengan kaki dan tangannya yang lepas dari tubuhnya, bahkan kepala yang terpental jauh dari badan akibat ledakan bom bagai tembakan meriam...
Setelah perjalanan yang melelahkan, sampailah kita pada hadapan Tuhan...
Burung-burung raksasa yang terbuat dari besi dengan baling-baling telah datang menjemput kita,
Dan juga teman-teman kita yang terluka bahkan yang sudah tidak bernyawa…
Kita pun berakata, “Tuhan memberkati kami…”.
Betapa beruntungnya kita telah terbangun dari mimpi buruk ini yang telah menyiksa diri kita tanpa belas kaih...
Tak lama kemudian, terdengar sorakan-sorakan gembira…
"Sang pahlawan telah datang!"
Bagi yang tidak selamat, canda tawa bukan lah sebuah pilihan…
Bertemu dengan keluarga merupakan hal terhangat bagai memeluk boneka beruang…
Sayangnya, kita pun melihat mereka yang putus asa karena, anak, adek, kakak, mereka tidak kembali dari neraka dunia yang mereka lewati untuk mencapai sebuah perdamaian…
Tanpa basa-basi, kesimpulan dari semua ini: Tidak ada yang ingin menjadi pahlawan…
Inilah buku harian seorang tentara...
Beda tempat, beda waktu, beda tokoh, beda divisi, pada akhirnya…
Cerita yang sama...
Penulis,
Narendra Hutomo
Buku harian seorang tentara...
Buku Harian Seorang Tentara…
Oleh: Narendra Hutomo
Tak seperti yang aku banyangkan,
Hari ini bukan seperti hari-hari biasa…
Pada pagi hari kita terbangun dalam keadaan basah terguyur hujan,
Terdengar pula suara-suara yang tidak biasa kita dengar...
Betapa bedanya susana hari ini dengan hari-hari sebelumnya...
Jalan raya yang kita tempuh sehari-hari berupa ladang ranjau yang meregut nyawa kita satu demi satu,
Udara pada pagi hari yang sejuk nan segar berupa tempat di mana benda-benda terbang bertempur dan berjatuhan berkobarkan api dan asap hitam tebal bagai burung yang mati tertembak sang pemburu...
Air mancur pada taman tergantikan dengan tumpah darah orang-orang tak bersalah yang terpaksa ikut perang sebagai sukarelawan, maupun sebagai korban pembantaian masal bahkan penyiksaan ...
Neraka dan dunia telah menyatu begitu mudah tanpa ada campur tangan tuhan atau pun para dewa-dewa...
Ooh, betapa kejamnya dunia ini!
Berlin sampai dengan Stalingrad, tahun seribu sembilan belas empat lima,
Indonesia merdeka, kita masih terus bertempur sampai titik darah penghabisan...
Vietnam sampai Korea, tahun seribu sembilan belas enam tujuh,
Uni Soviet tercipta merdeka, kita masih terus memerangi komunisme…
Apakah arti kehidupan memaksa kita untuk selalu membunuh?
Kita pun yang setiap harinya terlatih memegang senjata, bahkan dengan tangan kosong untuk membunuh tidak tahu apa jawaban yang tersembunyi dibalik batu tersebut…
Dari perang dunia sampai pemberontakan besar-besaran…
Beda dunia,
Beda negara,
Beda waktu,
Beda tokoh,
Beda divisi,
Semua mempunyai kisahnya masing-masing...
Sejauh ini, sebenarnya ini baru saja permulaan dari perjalanan menuju surga...
Malaikat-malaikat maut masih menunggu dibalik tiang-tiang jalanan ke rumah Tuhan tersebut...
Pagi hari bukan lah sekedar bangun untuk membaca koran dan meneguk segelas kopi...
Pagi hari adalah yang terparah dari yang terparah...
Kadang kita bangun dengan tatapan muka teman kita yang berceceran dengan darah...
Tahukah apa yang sedang terjadi?
Kita terbangun dalam sebuah baku tembak yang tidak ada habisnya sampai maut menjumput kita...
Muka teman kita yang baru saja kita tatap dan baru saja kita kenal, tertembak tepat dikepala oleh penembak jitu dengan begitu gampangnya bagai mematahkan sebuah lidi...
Kita pun bergegas mengambil tingkah untuk mempertahankan diri kita dan mencoba untuk selamat,
dan yang paling penting: Terbangun dari mimpi buruk ini dengan selamat.
Ratusan peluru pun termuntahkan dari senapan kita,
Berbunyi bagai bel yang tergantung pada leher sapi...
Hal tersebut akan terdengar merdu jika itu sudah merupakan kebiasaan sehari-hari...
Tanpa kita sadari, kita telah membantai rasa marah dan ketakutan kita akan kematian dengan mata tertutup bagai orang buta yang berlari menyebrangi jalanan...
Ratusan mayat telah jatuh dengan butiran peluru yang menempel pada mereka,
dan itu hanya hal biasa; Merekalah yang beruntung.
Mereka yang tidak beruntung?
Nyawa mereka tercabut dengan kaki dan tangannya yang lepas dari tubuhnya, bahkan kepala yang terpental jauh dari badan akibat ledakan bom bagai tembakan meriam...
Setelah perjalanan yang melelahkan, sampailah kita pada hadapan Tuhan...
Burung-burung raksasa yang terbuat dari besi dengan baling-baling telah datang menjemput kita,
Dan juga teman-teman kita yang terluka bahkan yang sudah tidak bernyawa…
Kita pun berakata, “Tuhan memberkati kami…”.
Betapa beruntungnya kita telah terbangun dari mimpi buruk ini yang telah menyiksa diri kita tanpa belas kaih...
Tak lama kemudian, terdengar sorakan-sorakan gembira…
"Sang pahlawan telah datang!"
Bagi yang tidak selamat, canda tawa bukan lah sebuah pilihan…
Bertemu dengan keluarga merupakan hal terhangat bagai memeluk boneka beruang…
Sayangnya, kita pun melihat mereka yang putus asa karena, anak, adek, kakak, mereka tidak kembali dari neraka dunia yang mereka lewati untuk mencapai sebuah perdamaian…
Tanpa basa-basi, kesimpulan dari semua ini: Tidak ada yang ingin menjadi pahlawan…
Inilah buku harian seorang tentara...
Beda tempat, beda waktu, beda tokoh, beda divisi, pada akhirnya…
Cerita yang sama...
Penulis,
Narendra Hutomo
Oleh: Narendra Hutomo
Tak seperti yang aku banyangkan,
Hari ini bukan seperti hari-hari biasa…
Pada pagi hari kita terbangun dalam keadaan basah terguyur hujan,
Terdengar pula suara-suara yang tidak biasa kita dengar...
Betapa bedanya susana hari ini dengan hari-hari sebelumnya...
Jalan raya yang kita tempuh sehari-hari berupa ladang ranjau yang meregut nyawa kita satu demi satu,
Udara pada pagi hari yang sejuk nan segar berupa tempat di mana benda-benda terbang bertempur dan berjatuhan berkobarkan api dan asap hitam tebal bagai burung yang mati tertembak sang pemburu...
Air mancur pada taman tergantikan dengan tumpah darah orang-orang tak bersalah yang terpaksa ikut perang sebagai sukarelawan, maupun sebagai korban pembantaian masal bahkan penyiksaan ...
Neraka dan dunia telah menyatu begitu mudah tanpa ada campur tangan tuhan atau pun para dewa-dewa...
Ooh, betapa kejamnya dunia ini!
Berlin sampai dengan Stalingrad, tahun seribu sembilan belas empat lima,
Indonesia merdeka, kita masih terus bertempur sampai titik darah penghabisan...
Vietnam sampai Korea, tahun seribu sembilan belas enam tujuh,
Uni Soviet tercipta merdeka, kita masih terus memerangi komunisme…
Apakah arti kehidupan memaksa kita untuk selalu membunuh?
Kita pun yang setiap harinya terlatih memegang senjata, bahkan dengan tangan kosong untuk membunuh tidak tahu apa jawaban yang tersembunyi dibalik batu tersebut…
Dari perang dunia sampai pemberontakan besar-besaran…
Beda dunia,
Beda negara,
Beda waktu,
Beda tokoh,
Beda divisi,
Semua mempunyai kisahnya masing-masing...
Sejauh ini, sebenarnya ini baru saja permulaan dari perjalanan menuju surga...
Malaikat-malaikat maut masih menunggu dibalik tiang-tiang jalanan ke rumah Tuhan tersebut...
Pagi hari bukan lah sekedar bangun untuk membaca koran dan meneguk segelas kopi...
Pagi hari adalah yang terparah dari yang terparah...
Kadang kita bangun dengan tatapan muka teman kita yang berceceran dengan darah...
Tahukah apa yang sedang terjadi?
Kita terbangun dalam sebuah baku tembak yang tidak ada habisnya sampai maut menjumput kita...
Muka teman kita yang baru saja kita tatap dan baru saja kita kenal, tertembak tepat dikepala oleh penembak jitu dengan begitu gampangnya bagai mematahkan sebuah lidi...
Kita pun bergegas mengambil tingkah untuk mempertahankan diri kita dan mencoba untuk selamat,
dan yang paling penting: Terbangun dari mimpi buruk ini dengan selamat.
Ratusan peluru pun termuntahkan dari senapan kita,
Berbunyi bagai bel yang tergantung pada leher sapi...
Hal tersebut akan terdengar merdu jika itu sudah merupakan kebiasaan sehari-hari...
Tanpa kita sadari, kita telah membantai rasa marah dan ketakutan kita akan kematian dengan mata tertutup bagai orang buta yang berlari menyebrangi jalanan...
Ratusan mayat telah jatuh dengan butiran peluru yang menempel pada mereka,
dan itu hanya hal biasa; Merekalah yang beruntung.
Mereka yang tidak beruntung?
Nyawa mereka tercabut dengan kaki dan tangannya yang lepas dari tubuhnya, bahkan kepala yang terpental jauh dari badan akibat ledakan bom bagai tembakan meriam...
Setelah perjalanan yang melelahkan, sampailah kita pada hadapan Tuhan...
Burung-burung raksasa yang terbuat dari besi dengan baling-baling telah datang menjemput kita,
Dan juga teman-teman kita yang terluka bahkan yang sudah tidak bernyawa…
Kita pun berakata, “Tuhan memberkati kami…”.
Betapa beruntungnya kita telah terbangun dari mimpi buruk ini yang telah menyiksa diri kita tanpa belas kaih...
Tak lama kemudian, terdengar sorakan-sorakan gembira…
"Sang pahlawan telah datang!"
Bagi yang tidak selamat, canda tawa bukan lah sebuah pilihan…
Bertemu dengan keluarga merupakan hal terhangat bagai memeluk boneka beruang…
Sayangnya, kita pun melihat mereka yang putus asa karena, anak, adek, kakak, mereka tidak kembali dari neraka dunia yang mereka lewati untuk mencapai sebuah perdamaian…
Tanpa basa-basi, kesimpulan dari semua ini: Tidak ada yang ingin menjadi pahlawan…
Inilah buku harian seorang tentara...
Beda tempat, beda waktu, beda tokoh, beda divisi, pada akhirnya…
Cerita yang sama...
Penulis,
Narendra Hutomo
All hell breaks lose cause of another violent support?!
January, 8 2009
"I'm doing a research about the Israel attack to Gaza City, Palestine, that it will be a starting factor of Word War III just as how the Nazi invaded Poland at 1939. This far, I've seen that even though France and Arab even the United Nations (UN) tried to stop Israel but they wouldn't even stop. And there are to many casualties that cannot be helped beacuse of insuficient rooms in many hospitals. Even then, I think that Palestine will be banished from earth and soon it will be a part of Israels. And I hope that the USA will not help either of them in a violence way, that is with war, (because the USA has eaten lot's of lives at Bagdad, Iraq, and so on)but I hope that they will help those two countries with diplomatic reinforcements. That's all from, I don't want to interfere or even take place in this conflict(altough I know that I am already interfering with this conflict by writing this note, so I'm really, really sorry for my presence in this conflict). That's all from me..."
Now, I'm back again to write another notes with a another vital information that I HOPE will stop the bloodshed. I heard from http://tv.kompas.com/content/view/10800/2/ that America legally confirmed and support Israel land-attack. I know now that it was an act of revenge after Palestine atack Israel with also an air-raid bombing. But please, to the kabinet of America and especially to Barack Obama, the new president of the United States, and also Gordon Johndroe, the speaker of the White House, don't support this vengeance that causes a war in a violent way. Support it with a diplomatic way with the United Nations(UN). And for hamas, please realize that you have break the law to stop using weapon or as the Indonesian pres say, "Pelanggaran Gencatan Senjata". That is your fault of breaaking the rules so you're people suffer so much. And the worst is: You sacrifice you own country! And as for Israel, please, we don't want to have anymore casualties to the people of Palestine, especially most of them are women and children. Maybe as a change for the casualties that Israel has suffered before because of Palesine's act, with a fair and setteled negotiation, it does't have to be acted with violence. Instead of a revenge that causes lot's of casualties, maybe the Palestine would repay you in a form of maybe money, or even natural resources in a fair count with the casualties that the Palestine has did before. I hope that will stop the problem, but if you still want to do it your way, I have no rights to interfere. I'm just giving help to some of my brothers in Palestine that has suffered so much from your attacks. That's all from me for today, maybe I'll write another notes again about this land invation.
Sincerly,
Narendra
Writer
"I'm doing a research about the Israel attack to Gaza City, Palestine, that it will be a starting factor of Word War III just as how the Nazi invaded Poland at 1939. This far, I've seen that even though France and Arab even the United Nations (UN) tried to stop Israel but they wouldn't even stop. And there are to many casualties that cannot be helped beacuse of insuficient rooms in many hospitals. Even then, I think that Palestine will be banished from earth and soon it will be a part of Israels. And I hope that the USA will not help either of them in a violence way, that is with war, (because the USA has eaten lot's of lives at Bagdad, Iraq, and so on)but I hope that they will help those two countries with diplomatic reinforcements. That's all from, I don't want to interfere or even take place in this conflict(altough I know that I am already interfering with this conflict by writing this note, so I'm really, really sorry for my presence in this conflict). That's all from me..."
Now, I'm back again to write another notes with a another vital information that I HOPE will stop the bloodshed. I heard from http://tv.kompas.com/content/view/10800/2/ that America legally confirmed and support Israel land-attack. I know now that it was an act of revenge after Palestine atack Israel with also an air-raid bombing. But please, to the kabinet of America and especially to Barack Obama, the new president of the United States, and also Gordon Johndroe, the speaker of the White House, don't support this vengeance that causes a war in a violent way. Support it with a diplomatic way with the United Nations(UN). And for hamas, please realize that you have break the law to stop using weapon or as the Indonesian pres say, "Pelanggaran Gencatan Senjata". That is your fault of breaaking the rules so you're people suffer so much. And the worst is: You sacrifice you own country! And as for Israel, please, we don't want to have anymore casualties to the people of Palestine, especially most of them are women and children. Maybe as a change for the casualties that Israel has suffered before because of Palesine's act, with a fair and setteled negotiation, it does't have to be acted with violence. Instead of a revenge that causes lot's of casualties, maybe the Palestine would repay you in a form of maybe money, or even natural resources in a fair count with the casualties that the Palestine has did before. I hope that will stop the problem, but if you still want to do it your way, I have no rights to interfere. I'm just giving help to some of my brothers in Palestine that has suffered so much from your attacks. That's all from me for today, maybe I'll write another notes again about this land invation.
Sincerly,
Narendra
Writer
The final frontiers...[TOP SECRET FILE!]
January, 7 2009
I'm doing a research about the Israel attack to Gaza City, Palestine, that it will be a starting factor of Word War III just as how the Nazi invaded Poland at 1939. This far, I've seen that even though France and Arab even the United Nations (UN) tried to stop Israel but they wouldn't even stop. And there are to many casualties that cannot be helped beacuse of insuficient rooms in many hospitals. Even then, I think that Palestine will be banished from earth and soon it will be a part of Israels. And I hope that the USA will not help either of them in a violence way, that is with war, (because the USA has eaten lot's of lives at Bagdad, Iraq, and so on)but I hope that they will help those two countries with diplomatic reinforcements. That's all from, I don't want to interfere or even take place in this conflict(altough I know that I am already interfering with this conflict by writing this note, so I'm really, really sorry for my presence in this conflict). That's all from me...
"Give peace a chance!" - John Lennon & The Plastic Ono Band
I'm doing a research about the Israel attack to Gaza City, Palestine, that it will be a starting factor of Word War III just as how the Nazi invaded Poland at 1939. This far, I've seen that even though France and Arab even the United Nations (UN) tried to stop Israel but they wouldn't even stop. And there are to many casualties that cannot be helped beacuse of insuficient rooms in many hospitals. Even then, I think that Palestine will be banished from earth and soon it will be a part of Israels. And I hope that the USA will not help either of them in a violence way, that is with war, (because the USA has eaten lot's of lives at Bagdad, Iraq, and so on)but I hope that they will help those two countries with diplomatic reinforcements. That's all from, I don't want to interfere or even take place in this conflict(altough I know that I am already interfering with this conflict by writing this note, so I'm really, really sorry for my presence in this conflict). That's all from me...
"Give peace a chance!" - John Lennon & The Plastic Ono Band
Langganan:
Postingan (Atom)